JAIPUR : Picturesque Crowd
"Bagaimana aku begitu berani mengharap ridha-Mu, padahal aku masih tetap aku..."
"Dan bagaimana aku takkan mengharap, padahal Engkau masih tetap Engkau... Allah"
Perjalanan baru akan dimulai. Potret kehidupan masyarakat Delhi bisa kami nikmati dari dalam bus. Bus yang kami naiki cukup nyaman, mungkin terlampau nyaman jika dibandingkan dengan bayanganku sebelumnya. Fasilitas yang ditawarkan juga cukup lengkap seperti AC dan tempat pengisian baterai (ini penting).
Begitu kami mendapatkan tiket bus, kami segera mencari tempat duduk sesuai nomor seat yang tertera di tiket. Tidak sampai terisi penuh penumpang, sopir telah menarik kemudi, dan tidak berselang lama kondektur bus mengecek ke masing-masing tempat duduk penumpang. Ada hal yang berbeda dari bus di India, yaitu aturan yang melarang semua penumpang untuk menutup gorden apapun kondisinya. Alasan pastinya aku juga kurang tahu, tapi menurutku demi kepentingan keamanan penumpang, sehingga orang di luar bus bisa melihat apa yang terjadi di dalam bus angkutan umum.
Bus melaju dengan kencang , mungkin sekitar 80 km/jam. Kami menikmati pemandangan di sisi kanan dan kiri jalan. Matahari bersinar terang, tetapi dinginnya udara tetap menusuk ke badan kami. Selama 2 jam pertama kami masih begitu menikmati pemandangan sekitar, namun setelahnya... badan kami memaksa untuk rehat sejenak. Dan... tidur π
Masih hangat di pikiranku, "bagaimana ini bisa terjadi, bagaimana mata, telinga, bahkan perut tak lagi merasa lelah. Tiada daya dan upaya selain dari Dia Yang Maha Baik. Bahkan, entah mengapa sampai pukul 16.30 waktu India kami belum merasa lapar. Mungkin rasa itu tiba-tiba dihilangkan, karena Allah tahu kami sudah tak lagi banyak mengantongi rupee, hehe.
Selalu, thank you God!"
π
Bus sempat berhenti selama 15 menit di rest area. Kebetulan kami sudah berteman dengan salah satu penumpang yang hendak pulang kampung juga ke Jaipur, jadi perjalanan sepanjang dan selama apa pun terasa menyenangkan karena kami saling bertukar cerita.
Dia membenarkan bahwa moda transportasi yang paling mudah dijangkau adalah bus, terutama untuk para traveler. Selain karena ketersediaannya banyak, juga waktu yang dibuang tidak terlalu lama jika dibandingkan dengan kereta. And I extremely in line with thatπ
Dan, di bus menuju Jaipur inilah satu kebahagiaan lain muncul. Ada yang bisa menebak?
Ya! Paket internet kami telah aktif π€© yay alhamdulillah...
Selanjutnya kami mulai intens berkabar dengan teman yang telah menanti kami di Jaipur.
Oya, kuota paket internet yang kami beli itu 1 GB/hari , jadi kami benar-benar harus menggunakan koneksi yang ada dengan baik. Tidak jarang kami bergantian untuk menggunakannya.
Sunset pertama di Jaipur, 22 Januari 2019, Delhi-Ajmer Expressway, Bahdoda, Rajasthan, pukul 19.34.
Kami dijemput oleh teman yang telah berbaik hati memberi tumpangan hidup. Sungguh, perasaan lega benar-benar telah ada di dada kami. Sangat.... sangat lega.
Dia menjemput kami di Shanti Nagar.
Tidak hanya diberi tumpangan hidup, kami juga dikenalkan dengan kota Jaipur, ibukota negara bagian Rajashtan, India. Jaipur juga dikenal akan tata kotanya yang lurus dan bangunan-bangunan kuno
yang diwarnai merah muda, sehingga mendapat julukan sebagai "Kota Merah
Muda".
Welcome to Pink City!
Alhamdulillah!
Pertama kali kami dikenalkan salah satu food street India, "puchka atau paani-puri", bola isi kentang tumbuk pedas. Cara makannya dengan mencelupkan ke dalam "chutney" semacam kuah cakwe tapi rasanya pedas, manis, dan tajam. Karena kami sampai di tempat abang gerobaknya malam, jadi tidak sempat diabadikan π
Jujur, aku kurang suka rasanya hehe
24 jam sudah kami di India. Benar-benar hanya menunggu kejutan apa yang akan kami terima dari Tuhan π
Sahabat, sungguh benar, rizki Allah yang "laa yahtasib" (tak disangka-sangka) kami rasakan, kami nikmati. InsyaAllah, ketika hati sudah tawakal dengan dibarengi ikhtiar, pertolongan akan datang. Dan benar, sesudah kesusahan akan ada 2 kemudahan. Bahkan, jutaan kemudahan. Jika kita mau rasakan ituπΉ
---
Alhamdulillah, kami bisa membuka mata dan tahan dengan serangan dingin semalaman.
Karena kami tidak ingin jadi cewe lemah, kami memutuskan untuk menatap dan menapak Jaipur dengan tantangan, sekaligus belajar.
Kami mengunjungi bangunan-bangunan di Pink City, yakni Amber Fort, Jal Mahal dan Hawa Mahal.
Sekitar pukul 9 pagi kami memulai tapakan di Jaipur dengan moda transportasi online, karena dari tempat kami bermalam berada jauh dari terminal bus.
Salah satu kendala yang kami lalui saat memesan adalah lagi dan lagi, komunikasi. Kebanyakan driver tidak menggunakan English, tetapi bahasa Hindi sehingga teman kami membantu untuk mengarahkan dimana titik jemputnya.
Dalam perjalanan menuju Amber Fort, beberapa kehidupan sosial dapat kami abadikan.
Satu lagi kerikil perjalanan kami temui, mobil mogok. Terpaksa, kami harus order dengan driver lain. Syukur alhamdulillah, driver kali ini paham Bahasa Inggris.
Sembari menunggu, kami memotret Jaipur.
1,5 jam, sampailah kami di Amber Fort.
Sapaan pertama kami adalah para kambing yang berada di depan pintu masuk bangunan. Selain itu, banyak sekali pedagang yang berjualan di area Amber. Sekali saja sahabat bertatap mata dengan salah satu diantara mereka, lihat saja mereka akan terus mengejar dan menawarkan dagangannya. Hehe
Yang paling menarik adalah permainan musik yang dimainkan oleh lelaki berturban sembari menyanyikan lagu ala-ala Rajashtan. Kebetulan karena kami datang di hari menjelang Republic Day, maka beberapa kali mereka memainkan lagu kebangsaan mereka.
Untuk memasuki Amber Fort bagi turis, sahabat perlu merogoh kocek sebanyak 500 rupee, tapi jika sahabat masih berstatus sebagai pelajar, cukup membayar dengan 100 rupee dengan menunjukan ID student card.
Disini aku banyak belajar tentang sejarah, arsitektur, dan tentunya kehidupan sosial masyarakat Jaipur.
Ternyata, banyak juga turis yang menyambangi Amber Fort, bahkan tak sedikit kami temui gerombolan anak sekolahan yang sedang study tour. Meskipun matahari terik, tapi angin yang berhembus dingin hlo, sahabat...
Constructed of red sandstone and marble, the attractive, opulent palace is laid out on four levels, each with a courtyard.
It consists of the Diwan-e-Aam, or "Hall of Public Audience", the Diwan-e-Khas, or "Hall of Private Audience", the Sheesh Mahal (mirror palace), or Jai Mandir, and the Sukh Niwas where a cool climate is artificially created by winds that blow over a water cascade within the palace.
Hence, the Amer Fort is also popularly known as the Amer Palace.The palace was the residence of the Rajput Maharajas and their families.
At the entrance to the palace near the fort's Ganesh Gate, there is a temple dedicated to Shila Devi, a goddess of the Chaitanya cult, which was given to Raja Man Singh when he defeated the Raja of Jessore, Bengal in 1604.
Satu lagi kerikil perjalanan kami temui, mobil mogok. Terpaksa, kami harus order dengan driver lain. Syukur alhamdulillah, driver kali ini paham Bahasa Inggris.
Sembari menunggu, kami memotret Jaipur.
1,5 jam, sampailah kami di Amber Fort.
Sapaan pertama kami adalah para kambing yang berada di depan pintu masuk bangunan. Selain itu, banyak sekali pedagang yang berjualan di area Amber. Sekali saja sahabat bertatap mata dengan salah satu diantara mereka, lihat saja mereka akan terus mengejar dan menawarkan dagangannya. Hehe
Yang paling menarik adalah permainan musik yang dimainkan oleh lelaki berturban sembari menyanyikan lagu ala-ala Rajashtan. Kebetulan karena kami datang di hari menjelang Republic Day, maka beberapa kali mereka memainkan lagu kebangsaan mereka.
Untuk memasuki Amber Fort bagi turis, sahabat perlu merogoh kocek sebanyak 500 rupee, tapi jika sahabat masih berstatus sebagai pelajar, cukup membayar dengan 100 rupee dengan menunjukan ID student card.
Disini aku banyak belajar tentang sejarah, arsitektur, dan tentunya kehidupan sosial masyarakat Jaipur.
Ternyata, banyak juga turis yang menyambangi Amber Fort, bahkan tak sedikit kami temui gerombolan anak sekolahan yang sedang study tour. Meskipun matahari terik, tapi angin yang berhembus dingin hlo, sahabat...
Constructed of red sandstone and marble, the attractive, opulent palace is laid out on four levels, each with a courtyard.
It consists of the Diwan-e-Aam, or "Hall of Public Audience", the Diwan-e-Khas, or "Hall of Private Audience", the Sheesh Mahal (mirror palace), or Jai Mandir, and the Sukh Niwas where a cool climate is artificially created by winds that blow over a water cascade within the palace.
Hence, the Amer Fort is also popularly known as the Amer Palace.The palace was the residence of the Rajput Maharajas and their families.
At the entrance to the palace near the fort's Ganesh Gate, there is a temple dedicated to Shila Devi, a goddess of the Chaitanya cult, which was given to Raja Man Singh when he defeated the Raja of Jessore, Bengal in 1604.
Puas berkeliling sampai pukul 1 siang, kami melanjutkan tapakan menuju Jal Mahal, sebuah istana yang berada di tengah danau. Dengan menggunakan mobil online, kami bergerak kesana. Tapi... tiba-tiba kami dihentikan di sebuah pintu gerbang yang terkunci dengan pemandangan pinggiran danau penuh dengan sampah. Wah, kami agak sedikit takut dan mulai berpikir yang tidak-tidak kepada driver.
Anehnya, ketika mobil berhenti si driver tidak bicara sama sekali. Baru ketika kami ngeh memang sudah berhenti kami tanya,
"Arrived, Sir?"
Dia tidak membalas apapun, hanya menggelangkan kepala khas orang India.
"Where is The Jal Mahal?"
Si driver menunjuk bangunan yang ada di tengah danau.
Hmm dengan pintarnya kenapa kami tidak googling dulu apa yang sedang terjadi dengan Jal Mahal. Ternyata, Jal Mahal memang sedang dirombak besar-besaran oleh Pemerintah Rajashtan karena bangunan ini sudah lama terbengkalai. Baru-baru ini Jal Mahal disewa oleh perusahaan swasta selama 99 tahun untuk dibenahi dan direnovasi.
Agak sedih si, tapi jadi tahu hehe
Sebenarnya, kami tidak memasukan Jal Mahal ke bucket list di Jaipur, tapi berhubung sebelumnya bertemu dengan traveler Indonesia yang baru saja bercerita shalat di masjid Jal Mahal, kami jadi ingin ke sana. Yasudahlah belum rejeki, atau mungkin kami yang salah jalan. Entahlah.
Move on dari Jal Mahal, kami lanjut menapak ke Hawa Mahal, sebuah istana juga yang banyak menarik perhatian karena warnanya lucu, merah muda.
Kami memesan mobil online (lagi), dan lagi lagi driver "tadi" yang accept. Wajar juga si, karena di tempat kami berhenti driver tadi juga berhenti, bahkan memarkirkan mobilnya. Mungkin sebenernya dia tahu bahwa kami pasti akan order lagi.
Sekitar 10 menit, kami di drop di tengah pasar Jaipur.
Driver tadi menunjukan arah menuju Hawa Mahal. Katanya, terlalu jauh memutarnya kalau harus ngedrop di depan Hawa Mahal.
Selanjutnya kami mulai menyusuri pasar yang woooooow, pasar Senen saja kalah, ramenya, kalah macetnya hehehe
This city was extremely picturesque crowd!!!
beep beep! horns everywhere!
Di saat kami melintas, para penjaja pinggir jalan selalu menyapa,
"Malaysiaaa!"
sontak kami menjawab, "Indonesiaaa!" hehehe
Kami kan serumpun dan mungkin tak sebanyak orang Malaysia yang sering datang berkunjung, jadi wajar saja.
Begitu sampai di Hawa Mahal, woooow tak sebesar yang kubayangkan dan kulihat dari gambar google. Kurang lebih seperti ini.
---
Sekitar pukul 3 sore, kami bertolak menuju tempat teman kami bekerja dengan menggunakan auto-rikshaw. Jika di Indonesia, kendaraan ini persis bajaj hanya saja auto-rikshaw sudah bisa dipesan via online.
Beep beep! Sungguh, menakjubkan. Saling mengklakson pun berseni. Hehe
Jaipur, I'm in love with you!
---
Hari sudah mulai gelap. Semakin gelap semakin dingin. Kami berencana menapak ke tempat lain, Agra.
Ada apa di sana? Dan bagaimana kami bisa sampai sana?
-to be continued-
Komentar
Posting Komentar